Asal-usul Kata “Sanubari” Dalam Khazanah Tasawuf Nusantara

Penulis : Sawyer Martin French

Asal-usul kata “sanubari” menarik sekali untuk ditelusuri. Masuknya kosakata ini ke dalam Bahasa Indonesia menunjukkan bahwa kitab kuning dan khazanah Islam telah punya peran penting dalam pengayaan kosakata Bahasa Indonesia.

Kata “sanubari” berasal dari kata shanaubar (صنوبر) dalam bahasa Arab. Tapi anehnya, dalam bahasa Indonesia artinya “Hati Nurani,” padahal bahasa Arabnya berarti “kacang pinus” atau “kerucut pinus.” Nah, pergeseran makna yang sangat jauh ini bisa dijelaskan.

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, karya besar oleh Imam al-Ghazali dari awal abad ke-12 yang membahas Akhlaq dan Tasawuf, ia mengatakan bahwa kata َKalbu (القلب) ada dua pengertian: Jasmani (yaitu jantung) dan Rohani (yaitu hati nurani). Bagi yang pertama, ia mendefinisikan Kalbu jasmani sebagai “اللحم الصنوبري الشكل”, yaitu “daging yang berbentuk seperti kacang/kerucut pinus.” Jadi awalnya, kata “shanaubar” hanya digunakan sebagai ibarat bagi bentuk fisik dari jantung (Kalbu Jasmani). Bisa dipahami bagaimana kata ini bisa masuk ke dalam Bahasa Indonesia, karena kitab ini memang sangat terkenal dan banyak dikaji Pesantren di Nusantara.

Akan tetapi, waktu pertama kali penulis menyebut observasi ini di Facebook pada tahun lalu (2019), penulis mengklaim bahwa al-Ghazali adalah satu-satunya ulama Arab yang menggunakan sifat “shanaubari” untuk menggambarkan jantung (berdasarkan penelusuran yang terbatas). Dalam karya-karyanya, al-Ghazali memang sangat pintar mengibaratkan maksudnya dengan contoh sederhana. Tapi kesimpulan penulis ternyata belum benar.

Untuk meluruskan asumsi ini, untungnya di kolom komentar postingan ada sedikit pencerahan dan masukan dari dua ulama nusantara kontemporer yang ahli serta mengkaji Karya-karya Imam al-Ghazali.

Ulil Abshar Abdalla (ulama asli Pati yang terkenal ngaji Ihya secara online) memberi dua sumber lain yang juga menggunakan “shanaubari” untuk jantung, yaitu dari karya Ibn Farisyta dan Syeikh Zada, dua ulama bermazhab Hanafi dari abad ke-15 dan 16. Setelah ditulusuri lebih jauh, ternyata Ibn Farisyta mengutip langsung dari al-Ghazali dalam tulisannya. Dalam kasus Syeikh Zada, ia tidak hanya menggunakan kata “shanubari” untuk menggambarkan sifat jantung, tapi ia juga menggunakannya sebagai sinonim bagi jantung, seperti ketika ia menulis “di dalam rongga shanaubari” dan “bagian kiri dari daging shanaubari.” Ini mungkin menunjukkan bahwa pada abad ke-16 penggunaan istilah “shanaubari” bagi jantung sudah umum.

Tapi setelah penelitian yang lebih lanjut itu, penulis dulu mengira bahwa Imam al-Ghazali adalah pelopor istilah ini yang nanti dikutip oleh para ulama di abad-abad berikutnya. Tapi asumsi itu salah juga, dan ini hanya diluruskan dengan masukan dari seorang ahli al-Ghazali yang lain, yaitu Kiai Muhammad Ma’mun (pengurus PP Al-Falah di Silo, Jember). Beliau menjelaskan bahwa al-Ghazali mengambil banyak konsep dari Ibnu Sina (Avisenna), seorang filsuf dan dokter yang hidup satu abad sebelum al-Ghazali, jadi mungkin akar fenomena ini bisa dilacak lebih jauh ke karya-karyanya.

Beliau betul, karena ternyata al-Ghazali mengambil penggambaran ini dari Ibnu Sina, yang menggunakannya dalam kitab klasiknya dalam bidang kedokteran, yaitu al-Qanun fi al-Tibb. Tapi kalau ditelusuri lebih jauh lagi, ternyata Ibnu Sina sendiri juga mengambilnya dari seorang ahli kedokteran Yunani kuno, yaitu Galenus, yang hidup pada abad ke-2. (Notabene, tulisan Galenus ini yang menyamakan bentuk jantung dengan kerucut pinus juga menjadi alasan kenapa dalam tradisi Barat jantung diberi simbol ❤️, yang ada kerucut di bagian bawahnya.)

Akan tetapi, dari semua ulama dan ahli kedokteran itu, hanya Imam al-Ghazali yang karyanya terkenal di nusantara. Maka, kita mungkin bisa menyimpulkan bahwa kata “sanubari” dengan arti “hati nurani” masuk ke dalam bahasa Indonesia lewat penyebaran tulisan al-Ghazali. Nah, ini berarti sebuah kosakata masuk hanya lewat para santri yang mengaji Karya-karya Imam Ghazali, Khususnya Ihya Ulumuddin, lalu mulai menggunakannya sebagai kosa kata yang puitis untuk menggambarkan Hati Nurani.

Hal ini lebih menarik dari pada masuknya kebanyakan kosakata yang lain dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, seperti “sehat” dari الصحة. Kata itu umum digunakan dalam bahasa Arab dan lalu diangkat sebagai kata baru di bahasa Indonesia, di mana ada sangat banyak orang yang belajar bahasa Arab. Itu wajar. Tapi dalam kasus kata “sanubari,” ini hanya digunakan dalam situasi khusus dalam sebuah kitab kuning dan tetap mampu masuk bahasa lain di negeri seberang samudra! Betapa pentingnya dan berpengaruhnya karangan Imam al-Ghazali itu!

Dan anehnya, walaupun al-Ghazali menggunakan “shanaubar” untuk Kalbu yang jasmani (jantung), “sanubari” masuk bahasa Indonesia dengan arti yang sebaliknya: Kalbu yang rohani (hati nurani). Iya maklumlah, sepertinya dalam bahasa Indonesia kosakata yang berasal dari bahasa Arab mungkin terasa lebih spiritual.

(Penulis meminta masukan kalau ada pembaca yang tahu tentang kitab atau sumber lain yang menggunakan istilah “shanaubari” untuk jantung.)

Sawyer Martin French

Mahasiswa Master Prodi Studi Islam dan Antropologi di Universitas Chicago, Amerika serikat. Untuk membaca karya Penulis lebih banyak bisa mampir ke The Suryakanta, atau bisa menyapanya via Twitter di @WharfScenery

Leave a Reply

Tinggalkan komentar